1.
Pengantar
Sebagian
besar kitab Hosea ditulis dalam bahasa dan metafora yang menggambarkan
kesetiaan Allah terhadap umat Israel, meskipun bangsa Israel tidak setia
terhadap Allah, terhadap perjanjian, dan terhadap taurat. Hos. 1: 1-9 secara
khusus berkisah seputar empat tindakan simbolik Hosea yang semuanya merupakan perintah
dari Allah, yaitu: pernikahannya dengan Gomer (1:2-3) dan penamaan ketiga
anaknya (4-9). Tindakan-tindakan simbolis ini adalah hal yang lumrah dalam
kisah para nabi PL. Disebut “simbolik” sebab pesan-pesan kenabian diungkapkan
oleh para nabi melalui tindakan hidup mereka.[1]
2.
Konteks
Historis, Sosial, dan Religius Masa Kenabian Hosea
Kepada siapa Hosea mengalamatkan
nubuatnya? Hal ini masih diperdebatkan. Pembukaan kitab Hosea (1:1) menunjukkan
bahwa kitab ini perlu dibaca dalam konteks pemisahan dua kerajaan (Irael dan
Yehuda) beserta monarkinya. Kebanyakan ahli menyetujui bahwa para pendengar
nubuat Hosea adalah orang-orang di Kerajaan Utara (Israel). Kemungkinan lain, nubuat
Hosea kemudian diperbarui lagi sesuai dengan konteks Yehuda dan dinubuatkan
lagi di Yehuda (setelah jatuhnya Samaria pada tahun 772 SM?).[2]
Penyebutan empat raja Yehuda dalam
pembukaan Kitab Hosea menunjukkan lamanya masa pelayanan Hosea, dan penyebutan
hanya satu raja dari Kerajaan Utara (Yerobeam II) mengindikasikan fokus khusus pelayanan
sang nabi. Hal ini menjadi lebih jelas ketika nama-nama yang terkait dengan
Kerajaan Utara seperti Efraim, Israel, dan Yakub disebut berkali-kali dalam
kitab ini, sedangkan yang berkaitan dengan Yehuda hanya disebutkan 15 kali, dan
itu pun selalu dalam kaitannya dengan Kerajaan Utara.[3]
Penyebutan
raja-raja Kerajaan Selatan dari Uzia sampai Hizkia menunjukkan bahwa masa
pelayanan Hosea berlangsung kurang lebih dalam periode tersebut. Uzia sendiri
memerintah selama 52 tahun (792-740 SM), sementara tiga penerusnya memerintah
di sisa abad ke-8 SM. Yerobeam II dari Kerajaan Utara juga memerintah dalam
periode waktu yang lama (792-752 SM). Akan tetapi, enam penerusnya yang tidak
disebutkan dalam pembukaan kitab ini, bertarung satu sama lain demi merebut
kekuasaan yang kemudian memuncak pada jatuhnya Kerajaan Utara di tangan Asyur
pada tahun 722 SM. Hosea tidak menyinggung kejadian-kejadian tersebut, sebab
fokus utama pelayanan kenabiannya ialah pada masa kepemimpinan Raja Yerobeam
II. Masa kenabian Hosea diperkirakan berlangsung pada 760-725 SM (tak lama
setelah dimulainya kepemimpinan Hizkia di Yehuda pada tahun 729 SM).[4]
Di samping itu, tidak terdapat bukti
yang mencukupi untuk menentukan apakah Hosea sendiri terlibat dalam proses
pencatatan nubuatnya, sebagaimana Nabi Yeremia yang mendiktekan
perkataan-perkataannya untuk ditulis Barukh sang jurutulis (Yer. 36).
Dibandingkan dengan kitab nabi-nabi lain, kitab Hosea hanya menyajikan sedikit
bukti mengenai sejarah proses penyusunannya. Pastinya, ayat-ayat pertama dan
terakhir kitab ini tidak ditulis oleh Hosea, yaitu 1:1 dan 14:9, kedua bagian
ini baru ditambahkan kemudian. Serupa dengan itu, laporan orang ketiga tentang
nabi Hosea (1:2-9) juga tidak ditulis oleh Hosea. Terdapat juga beberapa
tambahan lain, seperti refleksi dari perspektif Yehuda (1:7). Akan tetapi
sebagian besar isi kitab ini berasal dari tradisi awal nubuat-nubuat Hosea.[5]
Kitab Hosea juga
tidak menggambarkan invasi Asyur atas Israel. Sebagian besar teks kitab Hosea
ditulis pada periode setelah kematian Yerobeam II dan sebelum penyerangan Asyur
pada 735-732 SM. Maksud dari latar ini ialah untuk meyakinkan Israel supaya
mereka meninggalkan aliansinya dengan Asyur. Sama seperti zaman Amos, zaman
ketika Hosea hidup juga dipenuhi dengan penyembahan berhala, kemurtadan, dan pelanggaran.
Fokus utama Hosea adalah pada kehidupan religius Israel dan Yehuda. Ia mengutuk penyembahan Baal (2:10, 15, 18,
19, 9:10, 13:2), termasuk ritus pemujaan di gunung-gunung (4:13, 10:8),
tugu-tugu berhala (3:4, 10:1-2), patung lembu (8:5-6, 10:5) dsb. Hosea juga
berurusan dengan kemiskinan dan ketidakadilan, kontras dengan kemakmuran dan
keagungan pada masa sebelumnya. Meskipun kitab ini kemungkinan ditulis setelah
kematian Yerobeam II, teks ini tampaknya merefleksikan masa-masa akhir
kepemimpinan Yerobeam II. Sangat sulit untuk memastikan rujukan historis dalam
kitab ini, sebab beberapa nubuat tampak kabur dan mengandung banyak kiasan.[6]
Gambaran tentang perzinahan adalah
metafora utama yang digunakan untuk menunjuk kegagalan Israel dalam berelasi
dengan Allah. Hal ini terutama merujuk pada situasi keagamaan di Israel, namun
tidak secara eksklusif. Hosea melukiskan Israel sebagai Istri Allah yang
berzinah. Ketidaksetiaan Israel diungkapkannya dengan berbalik kepada kekasih
lain (Baal, 2:13) ketimbang kepada Yahwe dan dengan berpartisipasi di dalam
praktik keagamaan dan kepercayaan lain. Hosea kerap menyebut tempat-tempat
praktik dan pemujaan bangsa Israel, sepertti Bethel, Dan, Gilgal, dan Sechem.
Berbeda dengan Amos atau Micah yang sama sekali tidak menyebut Baal, di dalam
kitab Hosea allah-allah lain sering disebut. [7]
Selain itu, di dalam Kitab Hosea pelukisan
ketidaksetiaan seksual sebagai simbol penyembahan berhala begitu ditonjolkan
(1:1-9, 3:1, 4:10-11, 5:3-4, 6:6). Secara eksplisit praktik-praktik keagamaan
yang ditolak adalah festival-festival Baal (2:13), mezbah-mezbah dan tugu-tugu
penyembahan (4:17-19, 8:11, 10:1-2, 8); patung-patung (10:5-6, 13:2),
pengorbanan dan ritual-ritual lain (2:13, 7:14, 8:13, 9:4). Praktik-praktik ini
termanifestasi dalam beragam cara, terutama relasi antara tuhan dengan kesuburan
tanahnya. Israel menganggap berkat atas tanah berasal dari Baal, bukah Yahweh (2:8),
dan mereka terlibat dalam praktik-praktik ibadah yang terkait (2:13). Allah
mengutuk praktik pemujaan Israel tersebut.[8]
Analogi tentang seks dalam kitab Hosea
dapat dipahami dalam dua arti. Kata percabulan (zanah) dapat merujuk pada hubungan seks di luar pernikahan tetapi
juga dapat merujuk pada hubungan dengan bangsa-bangsa lain, seperti aliansi dan
hubungan perdagangan (bdk. Yes. 23:17, Ezek. 16:26-29). Dengan demikian analogi
Hosea tentang seks ini dapat dibaca dan dipahami dalam konteks religius dan
konteks sosial-politik. Secara politik, para Raja dikritik karena aliansinya
dengan bangsa-bangsa lain dinilai sebagai sebuah pengkhianatan, sedangkan para pemimpin
agama dikritik karena dianggap paling bertanggung jawab atas perzinahan
umatnya. Jadi Hosea mengkritik pemimpin “agama” dan “politik” karena
penyalahgunaan kekuasaan.[9]
Isu
yang dihadapi Hosea juga tidak semata-mata soal memilih Yahweh atau Baal.
Problem yang dihadapi adalah sinkretisme dalam pemujaan, menyembah Yahweh dalam
cara-cara pemujaan terhadap Baal. Problem dasarnya bukan pertentangan antara
dua kultur religius, Israel dan Kanaan, tetapi lebih pada tantangan dalam diri
bangsa Israel itu sendiri tentang kodrat pemujaan terhadap Yahweh. Supremasi
Yahweh diancam oleh ketertarikan bangsa itu atas Baal. Sentralitas Yahhweh
sejak “pembuangan di Mesir” adalah kunci dalam menafsirkan Hosea: “engkau tidak
mengenal allah kecuali Aku, dan tidak ada jurselamat lain selain dari Aku” (13:4).
Pengakuan ini menurut Hosea berada dalam ancaman.[10]
3.
Struktur
Kitab
Kitab nabi Hosea secara garis besar
terbagi dalam dua bagian utama yaitu: pernikahan Hosea (1-3) dan kenabian Hosea
(4-14).[11]
Bab 1-3 meskipun saling terkait satu sama lain, namun cukup berbeda antara yang
satu dengan yang lain. Bab 1 berisi laporan orang ketiga tentang perintah Allah
kepada Hosea untuk “mengawini seorang wanita cabul” dan untuk memiliki
keturunan dari wanita cabul tersebut. Hosea menaati perintah tersebut. Dalam bab
2, yang terhubung dengan bab 1, secara metafor disajikan gugatan atas isteri
yang tidak setia. Bab 3 melaporkan perintah Allah kepada Hosea untuk mencintai
wanita yang bersundal.
Nubuat-nubuat
dalam bab 4-6 terutama berisi tuduhan atau hukuman terhadap bangsa Israel atau
kelompok-kelompok tertentu (seperti para imam), dan juga terdapat beberapa
nubuat tentang keselamatan. Dalam sebagian besar nubuat-nubuatnya, Hosea
sebagaimana para nabi dalam Perjanjian Lama, menyampaikan sabda Allah baik
secara langsung maupun tidak langsung. Tampaknya terdapat lebih dari satu
kaidah penyusunan dalam struktur teks ini. Di satu sisi terdapat urutan
kronologis yang kasar, dan di sisi lain terdapat sebuah skema teologi. Di dalam
bab 4-11 dan bab 12-14 terdapat pergerakan dari dakwaan kepada nubuat penghakiman
dan kemudian kepada pemberitahuan tentang keselamatan.[12]
4.
Tafsir
Hosea 1:1-9
1 Firman TUHAN yang datang kepada
Hosea bin Beeri pada zaman Uzia, Yotam, Ahas dan Hizkia, raja-raja Yehuda, dan
pada zaman Yerobeam bin Yoas, raja Israel.
Selain
menunjukkan masa pelayanan sang nabi, Hos. 1:1 juga menampilkan struktur khas kitab para nabi yang juga bisa kita
jumpai dalam struktur kitab nabi-nabi lain. “Firman Tuhan yang datang
kepada...” bisa kita jumpai dalam Yoel 1:1, Mik. 1:1, Zef. 1:1 atau juga di
dalam Yez. 1:3, Zech. 1:1, Hag. 1:1 dan Mal. 1:1 dengan sedikit urutan yang
bervariasi. Nama ayah dari sang nabi diberi dengan frasa “anak dari.../bin...”
juga terdapat dalam Yoel. 1:1, Zef. 1:1, Zech. 1:1, Yes. 1:1, Yer. 1:1. Frasa
“pada zaman...” yang diikuti dengan nama raja-raja yang memerintah Yehuda
mengindikasikan zaman aktivitas pelayanan sang nabi, seperti juga terdapat
dalam Mikh. 1:1, Zef. 1:1, Yes. 1:1 dan Yer.1:2; raja-raja baik dari Yehuda
maupun Israel sama-sama disebutkan dalam Am. 1:1. Elemen-elemen formal ini
terulang lagi dalam pembukaan kitab Zefanya. Elemen-elemen ini (dengan sedikit
modifikasi) dijumpai baik dalam nabi-nabi zaman pembuangan maupun pasca
pembuangan. Nama nabi, nama ayahnya, dan zaman aktivitas kenabiannya secara
gramatikal diturunkan dari frasa “Firman Tuhan”.[13]
2. Ketika TUHAN mulai berbicara dengan perantaraan Hosea, berfirmanlah Ia
kepada Hosea: "Pergilah, kawinilah seorang perempuan sundal dan
peranakkanlah anak-anak sundal, karena negeri ini bersundal hebat dengan
membelakangi TUHAN." 3. Maka pergilah ia dan mengawini Gomer
binti Diblaim, lalu mengandunglah perempuan itu dan melahirkan baginya seorang
anak laki-laki.
Ay.
2-3 berisi perintah Allah kepada
Hosea untuk pergi mengawini seorang perempuan sundal (“take for yourself a wife of whoredom” NIV: “adulterous
wife”, NEB: “unchaste wife”) dan memperanakkan anak-anak sundal. Wanita yang
kemudian dikawini Hosea adalah Gomer binti Diblaim. Kata sundal atau pelacur
(whore) cukup membingungkan, sebab ia (Gomer) tidak disebutkan sebagai seorang
pelacur (zonah). Kata yang digunakan (zanah) memiliki arti terlibat dalam
relasi seksual di luar pernikahan, dalam hal ini ia adalah seorang wanita yang
sudah menikah. Meskipun sudah menikah ia masih sering terlibat dalam relasi
seksual di luar pernikahan. Jadi ia bertindak seperti seorang pelacur, namun pelacur
bukanlah profesinya.[14]
Selain itu ada pendapat lain mengenai pribadi Gomer. Ada yang beranggapan bahwa
Gomer adalah seorang pelacur aktif dan ikut melayani di kuil kaum Pagan sebagai
seorang pelacur suci. Kuil-kuil tersebut digunakan oleh bangsa Kanaan untuk
menyembah Baal.[15]
4. Kemudian berfirmanlah TUHAN kepada Hosea: "Berilah nama Yizreel
kepada anak itu, sebab sedikit waktu lagi maka Aku akan menghukum keluarga Yehu
karena hutang darah Yizreel dan Aku akan mengakhiri pemerintahan kaum Israel. 5. Maka pada waktu itu Aku akan mematahkan busur panah Israel di lembah
Yizreel."
Nama
anak-anak hasil pernikahan Hosea dan Gomer melambangkan teguran Allah kepada
Israel. Ay. 4-5 melukiskan makna
simbolik dari nama anak pertama, yaitu Yizreel.
Yizreel berarti “Allah yang menanam” atau “Allah yang menabur”. Yizreel merujuk
pada nama sebuah lembah yang sangat indah dan sangat strategis, terletak di
antara pegunungan Galilea dan Samaria. Di tempat inilah sejarah dinasti Yehu
yang berlumuran darah dimulai.[16]
Kata Yizreel dalam konteks ini terutama merujuk pada pembantaian di istana Omri
(845-847 SM) yang dilakukan oleh Yehu. Beberapa anggota keluarga kerajaan
dibunuh, termasuk Yoram (representasi terakhir dari dinasti Omri), ratu Izebel,
dan raja Ahazia dari Yehuda (2Raj. 9-10).[17]
Dalam hal ini Hosea menilai Yehu secara berbeda dengan penilaian Elia dan
Elisa. Yehu dinilai secara negatif karena tidak mematuhi perintah Yahweh, ia
bertindak melebihi yang diperintahkan. Dengan demikian, ay. 4-5 mengisyaratkan
dua hal: Yizreel akan membalas dendam dan Kerajaan Utara akan dihancurkan.[18]
6. Lalu perempuan itu mengandung lagi dan melahirkan seorang anak perempuan.
Berfirmanlah TUHAN kepada Hosea: "Berilah nama Lo-Ruhama kepada anak itu,
sebab Aku tidak akan menyayangi lagi kaum Israel, dan sama sekali tidak akan
mengampuni mereka. 7. Tetapi Aku akan menyayangi kaum
Yehuda dan menyelamatkan mereka demi TUHAN, Allah mereka. Aku akan
menyelamatkan mereka bukan dengan panah atau pedang, dengan alat perang atau
dengan kuda dan orang-orang berkuda."
Anak
perempuan Hosea hasil pernikahannya dengan Gomer (ay.6), yaitu Lo-Ruhama, juga
memiliki makna dan fungsi simbolik. Lo-Ruhamah
berarti “tak ada belaskasihan”. Makna dari nama ini hendak mengatakan bahwa
kesejahteraan dari seorang anak tidak lagi dipedulikan oleh orang tuanya (bdk.
Yes. 49:14-15). Masa depan Israel yang suram sudah di depan mata, sangat
kontras dengan masa depan Yehuda (ay.7).
Lalu apa yang membedakan bangsa Israel dan Yehuda? Ada yang beranggapan bahwa
dosa-dosa Yehuda belum memiliki efek yang menumpuk sebagaimana yang dimiliki
Israel (Yer. 3:6-11 mengisahkan tentang Yehuda yang dihakimi karena tidak
belajar dari kesalahan Israel).[19]
Akan tetapi pernyataan dalam ay. 7 sebenarnya cukup aneh, sebab Yehuda
pada akhirnya diruntuhkan oleh Babilonia. Referensi ini bisa jadi merujuk pada
invasi Asyur yang dipimpin oleh Sennacherib tahun 701 SM (2Raj, 19:32-37),
suatu masa di mana Yerusalem entah bagaimana lolos dari kehancuran. Kemungkinan
ayat ini ditambahkan ke dalam kitab sebelum keruntuhan Kerajaan Selatan
(Yehuda) tahun 587 SM.[20]
8. Sesudah menyapih Lo-Ruhama, mengandunglah perempuan itu lagi dan
melahirkan seorang anak laki-laki. 9. Lalu berfirmanlah Ia: "Berilah
nama Lo-Ami kepada anak itu, sebab kamu ini bukanlah umat-Ku dan Aku ini
bukanlah Allahmu."
Lo-Ammi
“bukan umat-Ku” (ay.8-9). Frasa
“bukan umat-Ku” merujuk pada rumusan “kamu akan menjadi umat-Ku dan Aku akan
menjadi Allahmu” (Yer. 30:22), dan menjadi penanda akhir dari relasi perjanjian
antara Allah dan Israel. Frasa “umat-Ku” sering digunakan untuk menggambarkan
perjanjian Allah dengan Israel (bdk. Kel. 6:7, Im. 26:12, Bil. 26:17-19, 2Sam.
2:24, Yer. 11:4). Dengan demikian penulis Kitab ini menggambarkan kemarahan Allah
kepada bangsa Israel.[21]
Israel
disebut “bukan umat-Ku” sebab Israel sendiri yang memutuskan untuk keluar dari
lingkup perjanjian dengan Allah melalui ketidaksetiaannya. Lantas apakah
sebutan “bukan umat-Ku” membatalkan perjanjian Allah dengan Israel? Apakah
Israel kehilangan statusnya sebagai umat terpilih? Jawabannya tentu saja tidak.
Allah tidak membuat perjanjian dengan Israel yang terpisah dari Yehuda.
Terdapat hanya satu perjanjian dan satu umat. Ungkapan “bukan umat-Ku” dengan
segera berbalik menjadi: Israel “umat-Ku” (2:22), sebab janji Allah tidak akan
pernah runtuh (Ul. 4:31, Hak. 2:1, 1Sam 12:22, 2Sam. 7:16). Janji Allah selalu
ada bagi umat yang percaya. Mereka yang percaya kepada janji tersebut dapat
dengan percaya diri meyakini bahwa Allah senantiasa menyambut anak-Nya yang
hilang.[22]
5.
Penutup
Setelah
melihat secara garis besar Hos. 1:1-9, kita mungkin dengan segera memperoleh
gambaran mengenai Allah yang pedendam, yang menaruh murka terhadap umat-Nya
(Israel). Tindakan-tindakan simbolik yang dilakukan Hosea (menikahi Gomer dan
penamaan anak-anaknya) melukiskan kemurkaan Allah tersebut. Allah murka karena
Israel umat-Nya berbalik dari-Nya dan lebih memilih allah lain. Israel
mengkhianati perjanjiannya dengan Allah (bdk. Kel. 6:7, Im. 26:12, Bil.
26:17-19, 2Sam. 2:24, Yer. 11:4).
Akan
tetapi kitab Hosea tidak melulu berisi kutukan Allah bagi Israel. Kemurkaan
Allah sebagaimana digambarkan dalam pernikahan simbolis Hosea bukan kata akhir
bagi hubungan Allah dan Israel. Sama seperti Hosea yang kemudian diperintahkan
Allah untuk mencintai isterinya yang sundal, demikianpun Allah yang akan tetap
mencintai Israel apa pun kondisinya. Sebagaimana para nabi lainnya, Hosea tidak
hanya menyampaikan murka Allah, tetapi ia juga membawa pengharapan. Pada
akhirnya, sebesar apapun murka Allah, Ia senantiasa membuka pintu kerahiman
bagi umat-Nya yang hendak bertobat. Sebagaimana sudah dijelaskan sebelumnya,
ungkapan “bukan umat-Ku” dengan segera berbalik menjadi: Israel “umat-Ku”
(2:22). Allah yang menyatakan diri kepada bangsa Israel bukanlah Allah yang
pedendam, melainkan Allah yang Maharahim dan menaruh belaskasih bagi umat-Nya.
Daftar
Pustaka
Durken, Daniel (Ed.). New Collegeville Bible Commentary. Minnesota: Liturgical Press.
2017.
Fretheim, Terence E. Reading Hosea-Micah. Georgia: Smyth
& Helweys Publishing. 2013.
Mays, James L. (Ed.). Harper’s Bible Commentary. San Francisco: Harper & Row
Publishers. 1988.
Patterson, Richard D. Hosea: An Exegetical Commentary. Texas: Biblical Studies Press.
2008.
Wolff, Hans Walter. Hosea: A Commentary on the Book of the Prophet Hosea (transl. by
Gary Stansell). Philadelphia: Fortress Press. 1974.
[3] Richard D. Patterson, Hosea: An Exegetical Commentary, Texas: Biblical
Studies Press, 2008, hal. 3.
[5] Gene M. Tucker, Hosea, dalam James L. Mays (Ed.), Harper’s Bible Commentary, San Francisco: Harper & Row
Publishers, 1988, hal. 708.
[6] Carol J. Dempsey, OP, The Book of Hosea, dalam Daniel Durken
(Ed.), New Collegeville Bible Commentary,
Minnesota: Liturgical Press, 2017, hal. 866.
[13] Hans Walter Wolff, Hosea: A Commentary on the Book of the
Prophet Hosea (transl. by Gary Stansell),
Philadelphia: Fortress Press, 1974, hal. 3.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar