Suatu
waktu saya berkumpul bersama teman-teman saya di Starbucks Metropol. Ada satu fenomena menarik yang saya temukan ketika kami
sedang ngumpul. Di dekat tempat kami
duduk ada sebuah keluarga kecil yang terdiri dari ayah, ibu, dan kedua anaknya
yang berumur kurang dari 10 tahun. Meskipun sedang kumpul bersama, tetapi
tampaknya tidak terjadi komunikasi di antara mereka. Mereka sibuk dengan gadgetnya masing-masing. Mereka tertawa,
tersenyum, dan menampilkan beragam ekspresi ketika memainkan gadgetnya, tetapi samasekali tidak
terjadi komunikasi di antara mereka sendiri. Saya jadi bertanya-tanya di dalam
diri saya, apakah dalam pertemuan face to
face itu mereka masih memerlukan gadget
untuk berkomunikasi satu sama lain? Apakah orang tua kedua anak itu menyadari
kehadiran dan keadaan anak-anaknya, atau sebaliknya sang anak menyadari
kehadiran orang tuanya? Ataukah mungkin sang istri tidak tahu kalau suaminya
sedang berkomunikasi dengan selingkuhannya? Itulah kira-kira beragam pertanyaan
yang muncul di dalam diri saya ketika melihat keadaan (anggota) keluarga itu
yang tampaknya bersama tetapi sebenarnya berada dalam kesendirian.
Fenomena
ini tentu bukanlah sebuah hal baru di dalam keluarga-keluarga zaman ini.
Perkembangan teknologi, khususnya di bidang komunikasi dan informasi, sudah
tentu membawa dampak bagi relasi manusia dengan sesamanya, termasuk komunikasi
di dalam keluarga. Perkembangan ini bagai dua sisi mata uang. Di satu sisi,
jika digunakan secara bijak maka akan sangat
membantu kehidupan manusia, terutama dalam hal relasi, komunikasi, akses
informasi, dsb. Akan tetapi di sisi lain, jika tidak digunakan secara bijak maka
sudah tentu penggunaan alat-alat komunikasi ini justru membawa kita kepada
kebinasaan.
Contoh
positif dari perkembangan teknologi komunikasi dan informasi misalanya dalam
hal pengiriman pesan. Jika dulu untuk menyampaikan pesan kepada kerabat kita yang
tinggal jauh kita harus menggunakan surat yang memakan waktu berhari-hari, atau
bahkan berminggu-minggu, kini dengan adanya telpon seluler pengiriman pesan
bisa dilakukan secara cepat. Sedangkan contoh negatifnya adalah timbulnya
kecanduan dalam penggunaan media-media komunikasi tersebut, seperti kecanduan
dalam menggunakan facebook, twitter,
dsb.
Kepemilikan
alat-alat komunikasi pada setiap anggota keluarga tidak dapat dipungkiri
menjadi pendukung terciptanya sikap individualitas di dalam keluarga. Masing-masing
anggota keluarga sibuk dengan alat komunikasinya, menghabiskan waktu berjam-jam
untuk berkomunikasi dengan teman-temannya di dunia maya, berbisnis melalui
dunia maya, mencari hiburan dengan bermain game
online, atau juga melakukan beragam aktivitas lainnya lewat alat-alat
komunikasi tersebut. Namun satu yang mereka lupakan, yaitu kehadiran sesama di
dunia nyata. Ada benarnya pernyataan ini “internet mendekatkan yang jauh dan
menjauhkan yang dekat”. Seorang anak dapat saja mengetahui apa yang sekarang
sedang dilakukan artis idolanya yang berada di belahan dunia lain, tetapi dia
tidak tahu kalau pada saat yang sama ibunya sedang bingung memikirkan uang
sekolahnya.
Setiap
anggota keluarga tentu tidak ingin komunikasi di antara mereka menjadi rusak karena
penyalahgunaan alat-alat komunikasi yang semestinya menjadi perekat hubungan
mereka. Misalnya saja sebagai penghubung antara anggota keluarga yang tinggal
berjauhan. Namun sayangnya ketika disalahgunakan alat-alat ini justru hadir
sebagai perusak komunikasi di dalam keluarga. Untuk itu perlu dibangun kembali
kesadaran pada diri setiap anggota keluarga dalam menjaga kehidupan komunikasi
di antara mereka.
Siapa
yang bertanggung jawab atas situasi ini? lantas bagaimana mengatasi problem
komunikasi di dalam keluarga yang renggang akibat penyalahgunaan gadget? Sudah pasti setiap anggota
keluargalah yang bertanggung jawab dalam menyelesaikan masalah ini, dan untuk
mengatasi permasalahan ini, langkah-langkah yang dapat diambil antara lain:
Pertama hal
yang paling penting menurut saya adalah bagaimana di dalam keluarga disediakan
waktu bersama. Dalam kesempatan ini setiap anggota keluarga hadir, dan sedapat
mungkin penggunaan gadget dalam hal
ini dihindari. Waktu bersama ini bisa digunakan untuk bermain, sharing, rekreasi, dsb. Melalui waktu
bersama ini bisa dipastikan komunikasi terjalin secara lebih intensif. Orang
tua dapat mengetahui kebutuhan sang anak secara lebih baik, sang istri dapat
memahami kondisi sang suami di tempat kerjanya, atau sebaliknya sang suami juga
dapat lebih memahami kondisi sang istri dalam pekerjaannya.
Kedua setiap anggota keluarga
hendaknya bersedia untuk dengan sabar saling mendengarkan. Dengan sikap seperti
ini bisa dipastikan bahwa setiap anggota keluarga tidak takut untuk
menyampaikan kebutuhan-kebutuhannya, mensharingkan
pergulatan/masalah yang ia hadapai, atau dengan kata lain setiap anggota
keluarga dengan berani dan terbuka menyampaikan isi hatinya. Hal ini dirasa
penting sebab tidak jarang dijumpai bahwa ada orang yang merasa lebih nyaman
mengutarakan isi hatinya melalui media sosial, entah berupa status di facebook, atau dengan chatting bersama temannya di dunia maya
yang keberadaannya tidak dapat dipastikan, ketimbang menyampaikannya keluh
kesahnya kepada anggota keluarganya.
Di
samping itu, dalam kaitan dengan pembentukkan karakter anak, di sini orang tua
memiliki tanggung jawab yang besar, dan karena itu kehadirannya sangat
dibutuhkan. Apa saja yang perlu dilakukan orang tua?
Orang
tua perlu mengawasi anak dalam menggunakan alat-alat komunikasi, dan terutama
dalam mengakses informasi, agar anak menggunakan media-media komunikasi
tersebut secara benar, bukan hanya sebagai media permainan tetapi juga sebagai
media pembelajaran. Juga agar segala jenis informasi yang diakses anak dapat
disesuaikan dengan jenjang usianya. Selain itu, untuk mengurangi ketergantungan
anak pada gadget, orang tua dapat
mengajak anak untuk memainkan permainan lain, misalnya saja permainan-permainan
fisik di luar rumah. Sebab melalui permainan-permainan ini, selain mengurangi
ketergantungan anak pada gadget, juga
dapat meningkatkan kreativitas sang anak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar