Isu
mengenai hukuman mati bisa dikatakan masih selalu hangat untuk dibicarakan,
sebab isu ini selalu menimbulkan pro dan kontra. Dari sisi kelompok yang pro
terhadap hukuman mati, pertimbangan
argumen mereka adalah pemberian hukuman yang setimpal, demi menyelamatkan
banyak orang, atau demi mencegah terjadinya tindak kejahatan yang lebih lanjut. “Lebih baik satu
orang mati daripada seluruh bangsa”, itulah pertimbangan untung-rugi dari
kelompok pro. Sedangkan dari kelompok kontra, pelaksanaan hukuman mati bagi
mereka merupakan sebuah perendahan terhadap martabat manusia, bukankah hukum
dibuat untuk mengabdi kepada kemanusiaan? Lantas apakah pelaksanaan hukuman
mati menunjukkan pengabdian hukum kepada kemanusiaan? Itulah pertanyaan yang
diutarakan oleh kelompok kontra. Tulisan singkat ini dibuat tidak dimaksudkan
pertama-tama untuk memberi argumen mengenai perdebatan atas pelaksanaan hukuman
mati, tetapi lebih untuk menunjukkan keluhuran martabat manusia. Berikut ini
disajikan beberapa argumen.
Gereja
Katolik Roma, sama seperti agama-agama lainnya, menaruh hormat pada pribadi
manusia. Dalam pandangan Gereja Katolik, manusia menurut kodratnya merupakan
gambar dan rupa Allah, manusia diciptakan seturut gambar dan rupa Allah. Karena
keluhuran kodratnya ini maka manusia melampaui ciptaan lain. St. Thomas
Aquinas, salah satu teolog besar abad pertengahan, memandang keluhuran manusia
didasarkan pada tiga hal (martabat intrinsik manusia), yakni gambar dan rupa
Allah, makhluk bebas dan berakal budi, serta memiliki suara hati. Disebut sebagai
martabat intrinsik sebab hal ini merupakan sebuah anugerah, bukan pencapaian
manusia.
Penghormatan
terhadap martabat manusia juga ditunjukkan oleh salah satu filsuf Barat Modern,
yakni Immanuel Kant. Menurut Kant, manusia memiliki nilai intrinsik, yaitu
“martabat”. Nilai intrinsik inlah yang oleh Kant menjadikan manusia memiliki
kedudukan yang lebih tinggi dibandingkan makhluk lainnya. Dalam pandangannya
tentang moral, salah satu dari ketiga kaidah moral yang diajukan Kant adalah
penghormatan terhadap pribadi manusia. Kaidah moral tersebut berbunyi demikian:
“bertindaklah sedemikian sehingga engkau memperlakukan kemanusiaan, entah dalam
dirimu sendiri atau orang lain, selalu sebagai tujuan dan bukan hanya sebagai
sarana”. Oleh karena itu, sebagai implikasi langsung dari kaidah moral ini Kant
menolak segala jenis tindakan yang menjadikan manusia sebabagai sarana belaka
dalam mencapai tujuan, salah satunya adalah tindakan bunuh diri. Bagi Kant,
tindakan bunuh diri adalah tindakan yang merendahkan martabat manusia, sebab
dalam tindakan bunuh diri seseorang menggunakan dirinya hanya sebagai sarana
untuk lepas dari penderitaan. Selain itu, sebagai makhluk bermartabat yang
memiliki kedudukan yang lebih tinggi dibandingkan makhluk lainnya sebab manusia
adalah makhluk rasional, yang dengan akal budinya mampu menentukan dirinya,
mempertanyakan dirinya, dan me nentukan tujuan-tujuannya.
Hal
serupa juga diungkapkan Viktor Frankl dalam refleksinya tentang manusia. Menurut Viktor Frankl, berangkat dari
teori logoterapi, manusia baginya adalah makhluk yang oleh hasratnya didorong untuk menemukan makna hidup, tidak seperti hewan yang didorong oleh naluri. Di samping itu, manusia menurut
Viktor Frankl juga memiliki kemampuan untuk menentukan kesiapaannya: menentukan dirinya sendiri, apa yang ingin
dicapainya, dan ingin menjadi seperti apakah dirinya. Hal lain yang diungkapkan
Viktor Frankl mengenai manusia adalah berkaitan dengan kemampuan manusia.
Kemampuan khas yang dimiliki manusia antara lain kebebasan, tanggung jawab, dan
cinta. Dengan kebebasannya manusia mampu menentukan pilihannya atas berbagai
situasi hidupnya, menyerah pada keadaan yang tidak mengenakkan atau terus
berjuang menghadapi segala tantangan hidup. Dengan kebebasannya manusia telah
menentukan sikap dan jalan hidupnya, karena itu atas pilihan yang telah ia buat
manusia diharuskan untuk dapat mempertanggungjawabkan pilihannya itu. Dengan
cinta seseorang dapat mengenal manusia lain secara menyeluruh dengan segala
keunikannya, baik itu kekurangan, kelebihan, maupun
segala potensi dalam diri orang yang dicintainya.
Dari berbagai pandangan di atas bisa dilihat betapa luhurnya
martabat manusia. Keluhurannya ini membedakan manusia dengan makhluk lainnya.
Karena kebebasan, rasio serta kemampuan-kemampuan lain yang ia miliki, manusia
menjadi tuan atas dirinya. Ia bebas untuk memilih atau bertindak, ia mampu
mempertanyakan dirinya, menentukan dirinya (kesiapaannya), bisa membedakan yang
baik dan yang jahat, dapat mempertanggungjawabkan apa yang telah ia pilih atau
lakukan, serta dapat membangun relasi dengan sesama dan lingkungannya dengan
berbagai macam situainya. Karena keluhurannya inilah maka sudah sepantasnya
jika martabat manusia dihargai. Di samping itu, perlu diingat pula bahwa segala kemampuan yang dimiliki manusia seperti yang sudah disebutkan di atas bukanlah hasil pencapaian dirinya, tetapi seperti yang dikatakan St. Thomas Aquinas dan Immanuel Kant, semuanya itu merupakan nilai intrinsik manusia. Oleh karena itu, siapakah manusia itu sehingga ia memiliki hak untuk melenyapkan nilai-nilai tersebut yang ada di dalam dirinya sendiri atau pada manusia lain?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar