I.
Pendahuluan
Ada
anekdot yang berkata demikian. “satu-satunya hal yang tidak dapat dilakukan
Allah adalah membatasi kebebasan manusia”. Dalam iman Katolik diyakini bahwa
Allah memberikan kebebasan bagi umat-Nya untuk menentukan jalan hidupnya, dan Allah
tidak pernah memaksakan sesuatu kepada manusia. Hanya saja kemudian dalam
kenyataannya, manusia salah dalam menggunakan kehendak bebas yang telah Allah
anugerahkan kepadanya. Manusia cenderung untuk melakukan yang jahat dan
bersikap tidak bertanggung jawab terhadap kesalahannya dalam menyalahgunakan
kehendak bebas yang ia miliki. Akibatnya, manusia jatuh ke dalam dosa.
Jatuhnya
manusia ke dalam dosa tidak menjadi akhir hubungan antara manusia dengan Allah.
Gereja Katolik mengimani Allah sebagai Allah yang Mahakasih, yaitu Allah yang
tidak menghitung-hitung kesalahan umat-Nya, tetapi Allah yang selalu membuka
pintu pengampunan bagi setiap umat-Nya yang ingin bertobat. Untuk itu Gereja
Katolik menyediakan sarana bagi pembaharuan hubungan antara manusia dengan
Allah yang telah rusak akibat dosa manusia, yakni melalui sakramen
rekonsiliasi. Saya berpendapat bahwa sakramen rekonsiliasi adalah salah satu
kekayaan yang dimiliki Gereja Katolik, tetapi keberadaannya justru sering
diabaikan atau dipandang sebelah mata oleh umat Katolik. Maka dari itu, melalui
tulisan singkat ini saya mencoba untuk menjelaskan makna sakramen rekonsiliasi
dalam Gereja Katolik Roma.
II.
Makna Sakramen Rekonsiliasi dalam Gereja Katolik Roma
Dosa
sering dipandang sebagai situasi keterpisahan manusia dari kasih Allah. Manusia
yang tinggal dalam situasi dosa dianggap hidup tidak di dalam persatuan dengan
Allah. Selain itu, dosa juga dipandang
sebagai tindakan melanggar hukum Allah. Dalam iman katolik, dosa tidak
dipandang semata-mata sebagai rusaknya hubungan antara Allah dengan manusia,
tetapi dosa juga dilihat sebagai rusaknya hubungan antara manusia dengan sesamanya,
dan juga antara manusia dengan alam ciptaan. Dosa timbul ketika manusia memilih
untuk bertindak tidak sesuai dengan kehendak Allah, dan dalam hal ini manusia
salah dalam menggunakan kemurahan hati Allah yang telah menganugerahkan
kehendak bebas kepada manusia.
Melalui
sakramen pembaptisan, semua dosa kita diampuni, baik dosa asal yang diwariskan
oleh Adam dan Hawa, maupun dosa-dosa yang kita lakukan secara personal sebelum
kita dibaptis. Namun kecendrungan untuk berbuat dosa tetap akan ada sampai kapan
pun dalam diri manusia. Oleh karena itu Yesus menganugerahkan kepada Gereja,
kuasa untuk mengampuni dosa.[1]
Dalam Gereja Katolik rahmat pengampunan dosa diberikan oleh Allah melalui
perantaraan seorang imam. Gereja berpendapat bahwa melalui para rasul dan para
penerusnya Yesus memberikan kuasa untuk mengampuni dosa. Gereja (melalui para
imam yang diberi wewenang oleh uskup) adalah pelayan dari sakramen
rekonsiliasi.
Dalam
sakramen rekonsiliasi materia sacramenti
adalah ungkapan dan pernyataan sesal dan tobat serta pengakuan dosa, penguluran
tangan, dan penumpangan tangan serta berkat dari bapa pengakuan kepada orang
yang mengakukan dosanya. Adapun forma
sacramenti “Allah, Bapa yang berbelas kasih, telah mendamaikan dunia dengan
diri-Nya melalui wafat dan kebangkitan Putera-Nya dan telah mengutus Roh Kudus
bagi pengampunan dosa. Melalui pelayanan Gereja, ia menganugerahkan kepada
saudara pengampunan dan damai. Dan dengan ini aku melepaskan saudara dari
segala dosa, dalam nama Bapa, dan Putera, dan Roh Kudus.”[2]
Dari
kenyataan-kenyataan di atas bisa dilihat betapa penting peran sakramen
rekonsiliasi dalam Gereja Katolik Roma, khususnya dalam membangun relasi antara
manusia dengan Allah, manusia dengan sesamanya, dan antara manusia dengan alam
ciptaan. Melalui sakramen rekonsiliasi, manusia memperbaharui kembali relasinya
dengan Allah, sesama, dan dengan alam ciptaan yang telah rusak akibat dosa.
Pengampunan atas dosa-dosanya ini diperoleh manusia semata-mata melalui belas
kasih Allah, dan dalam hal ini Gereja berperan sebagai tanda dan sarana belas
kasih Allah bagi pengampunan dosa manusia. Melalui para rasul dan para
penggantinya (uskup), serta melalui para imam yang diberi wewenang oleh uskup,
Kristus melimpahkan kuasa untuk mengampuni dosa.
Sakramen
rekonsiliasi ini sendiri tidak hanya diterima sekali seumur hidup seperti
halnya sakramen baptis, penguatan, dan imamat. Meskipun telah mengakukan
dosa-dosanya manusia perlu menyadari kelemahan dirinya untuk dapat kembali jatuh
ke dalam dosa. Oleh karena itu sungguh memprihatinkan ketika umat katolik
menyia-nyiakan kesempatan untuk mengakukan dosa-dosanya demi memperbaharui
hubungannya dengan Allah, sesama, dan dengan alam ciptaan yang telah rusak
akibat dosa. Dalam hal ini umat katolik perlu menyadari keberadaan sakramen
rekonsiliasi sebagai sarana ungkapan belas kasih Allah kepada umat-Nya yang
diungkapkan dengan perantaraan Gereja melalui para imam. Di samping itu,
seperti dijelaskan di atas bahwa pelayan resmi dari sakramen rekonsiliasi ini
tidak lain adalah para imam yang diberi wewenang oleh uskup. Oleh karena itu,
dari pihak imam sebagai pelayan sakramen rekonsiliasi diperlukan kerelaan untuk
memperhatikan pelayanan sakramen ini, sebab tidak jarang ditemukan imam yang
enggan menghabiskan waktu di dalam bilik pengakuan demi menjembatani rahmat
belas kasih Allah bagi umat-Nya yang ingin mengakukan dosa-dosanya.
III.
Penutup
Dari
tulisan ini, dapat dilihat bahwa sakramen rekonsiliasi memiliki peran besar
dalam Gereja Katolik Roma, khususnya dalam menata kembali relasi antara manusia dengan
Allah, sesama, dan dengan alam ciptaan. Sakramen rekonsiliasi memungkinkan
manusia untuk memperoleh kembali persatuan hidup dengan Allah yang terpisah
akibat dosa yang ia lakukan, dan juga melalui sakramen rekonsiliasi manusia
mendamaikan kembali relasi dirinya dengan sesama dan alam ciptaan yang juga
rusak akibat dosa. Namun sayangnya kesadaran akan pentingnya sakramen
rekonsiliasi ini masih diabaikan oleh umat katolik itu sendiri. Oleh karena itu,
pada diri setiap umat Katolik perlu ditanamkan kembali kesadaran akan pentingnya
sakramen rekonsiliasi ini sebagai sarana bagi pembaharuan relasi antara manusia
dengan Allah, sesama, dan dengan alam ciptaan, agar rahmat pengampunan dan
belas kasih yang Allah tawarkan kepada manusia melalui Gereja-Nya tidak
disia-siakan begitu saja oleh manusia. Akan tetapi sakramen rekonsiliasi ini
tidaklah mungkin dilaksanakan tanpa adanya seorang imam, sebab dalam gereja
katolik rahmat pengampunan dari Allah ini diberikan melalui perantaraan seorang
imam. Oleh karena itu, seorang imam diharapkan dapat menjamin terlaksananya
pelayanan sakramen rekonsiliasi yang mungkin sering diabaikan pelaksanannya.
Daftar
Pustaka
Ardianto,
Yustinus, Pr. Mencintai Iman Katolik. Jakarta:
Komunitas Joy, 2012.
Tarigan,
Jacobus, Pr. Memahami Liturgi.
Jakarta: Cahaya Pinelang, 2011.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar