Dalam bukunya Man’s Search For Meaning Viktor Frankl memaparkan kisahnya
selama hidup di dalam kamp konsentrasi sebagai seorang
tahanan. Berangkat dari pengalamannya di kamp konsentrasi tersebut ia kemudian
memaparkan teori logoterapi yang ia
kembangkan. Dari pengalamannya selama di kamp konsentrasi ini pula ia kemudian membahas
berbagai hal mengenai manusia, siapa itu manusia menurutnya, dan kemampuan khas
apa saja yang dimiliki manusia. Dalam tulisan singkat ini saya akan mencoba
memaparkan pemahaman saya mengenai siapa itu manusia menurut Viktor Frankl dan aspek serta kemampuan khas apa saja yang dimiliki manusia.
Siapa itu manusia? Menurut Viktor Frankl,
berangkat dari teori logoterapi, manusia baginya adalah makhluk yang tujuan
utama hidupnya adalah menemukan makna hidup, …it consider man a being whose main concern consists in fulfilling a
meaning, rather than in the mere gratification of drives and instincts.[1]Tidak
seperti hewan yang bertindak hanya karena dorongan naluri belaka, manusia
bertindak tidak hanya sekadar untuk memuaskan keinginan dan nalurinya,
melainkan juga karena adanya hasrat untuk memaknai hidupnya. Kinginan untuk
mencari makna hidup menjadi pendorong utama bagi manusia dalam menjalankan
hidupnya, dan makna hidup setiap orang berbeda satu dengan yang lain.
Lebih lanjut, bagi Frankl human being is not one thing among others;
things determine each other, but man is ultimately self-determining.[2] Dari pengertian ini bisa dilihat bahwa
manusia berbeda dengan benda. Benda-benda saling mempengaruhi satu sama lain,
sedangkan manusia mampu membuat keputusannya sendiri. Apa yang terjadi pada
diri manusia ditentukan oleh dirinya sendiri, dan setiap keputusan yang
diambilnya mempengaruhi hidupnya. Kemampuan untuk mengambil keputusan ini memampukan manusia
untuk menentukan sikapnya dalam setiap pengalaman hidup yang ia hadapi, dan
dari sini kemudian manusia sendiri juga turut memberi pengaruh bagi apa yang
akan terjadi pada dirinya, selain juga karena pengaruh lingkungan.
Selain itu, manusia adalah makhluk yang memiliki kebebasan, yaitu kebebasan untuk menentukan sikap dan jalan hidupnya sendiri. Everything can be taken from a man but one thing: the last of human freedoms-to choose one’s attitude in any given set of circumstances, to choose one’s own way.[3] Kebebasan itu mencakup keputusan untuk mau menghadapi setiap tantangan dalam hidupnya ataukah untuk menyerah ketika berhadapan dengan situasi-situasi tertentu yang dapat merampas kebebasannya. Dalam setiap situasi tersebut manusia sendirilah yang menentukan apa yang akan terjadi pada dirinya. Misalnya saja dalam menghadapi penderitaan. Dalam situasi seperti ini manusia dapat menyikapnya dengan berbagai cara, apakah ia bersikap pasrah terhadap penderitaan ataukah ia melihat penderiatan sebagai bagian tak terpisahkan dari kehidupannya sehingga penderitaan kemudian dilihat sebagai penyempurna kehidupannya. Manusia tidak sekadar hidup, tetapi ia juga menentukan hidup seperti apa yang akan dijalaninya.
Selain itu, manusia adalah makhluk yang memiliki kebebasan, yaitu kebebasan untuk menentukan sikap dan jalan hidupnya sendiri. Everything can be taken from a man but one thing: the last of human freedoms-to choose one’s attitude in any given set of circumstances, to choose one’s own way.[3] Kebebasan itu mencakup keputusan untuk mau menghadapi setiap tantangan dalam hidupnya ataukah untuk menyerah ketika berhadapan dengan situasi-situasi tertentu yang dapat merampas kebebasannya. Dalam setiap situasi tersebut manusia sendirilah yang menentukan apa yang akan terjadi pada dirinya. Misalnya saja dalam menghadapi penderitaan. Dalam situasi seperti ini manusia dapat menyikapnya dengan berbagai cara, apakah ia bersikap pasrah terhadap penderitaan ataukah ia melihat penderiatan sebagai bagian tak terpisahkan dari kehidupannya sehingga penderitaan kemudian dilihat sebagai penyempurna kehidupannya. Manusia tidak sekadar hidup, tetapi ia juga menentukan hidup seperti apa yang akan dijalaninya.
Lantas aspek dan kemampuan khas apa saja yang dimiliki
manusia menurut Viktor Frankl?
Yang pertama adalah sikap tanggung jawab. Freedom is only part of the story and half of the truth. Freedom is
but the negative aspect of the whole phenomenon whose positive aspect is
resposiblesness.[4]
Terhadap situasi-situasi tertentu, seperti penderitaan, manusia diharapkan
untuk dapat menunjukkan sikap bertanggung jawab. Manusialah yang dengan
kebebasannya menentukan sikap dan jalan hidupnya sendiri, dan dari sini manusia
kemudian dituntut untuk menunjukkan tanggung jawabnya terhadap sikap dan jalan
hidup yang telah ia pilih, atau kepada siapa ia merasa harus bertanggung jawab
atas hidupnya, entah itu kepada dirinya sendiri, masyarakat, atau Tuhan. Orang
yang bertanggung jawab menyadari dan mengetahui alasan dan tujuan hidupnya.
Selanjutnya adalah cinta. Love
is the only way to grasp another human being in the innermost core of his
personality.[5]
Melalui cinta seseorang dapat mengenal manusia lain secara menyeluruh dengan
segala keunikannya, baik itu kekurangan, kelebihan,
maupun segala potensi dalam diri orang yang dicintainya. Selain itu cinta juga
menjadi tujuan tertinggi yang ingin diraih manusia, karena melalui cinta
manusia dapat merasakan keindahan. Hal ini bisa dilihat dari pengalaman Viktor
Frankl dan kawan-kawannya ketika berada di kamp konsntrasi. Ketika berada dalam
penderitaan di kamp konsentrasi mereka sedikit dapat merasakan kebahagiaan
ketika mereka membayangkan orang-orang yang mereka cintai. Perasaan cinta
menembus batas-batas fisik dan perasaan cinta memberi seseorang kesanggupan
untuk merasakan keindahan di dalam hidupnya, sekalipun ketika ia berada di
dalam penderitaan.
Dari sini kemudian dapat dilihat bahwa manusia sendirilah
yang menentukan apa yang akan terjadi pada dirinya dan dirinya jugalah yang
menentukan hidup seperti apa yang akan dijalaninya. Memang kahidupan seorang
manusia tidak dapat dilepaskan dari pengaruh lingkungannya, tetapi di sini peran
pribadi setiap manusia juga memiliki andil yang besar. Dengan segala
kemampuannya yang khas manusia senantiasa mencari makna hidupnya, dan makna
hidup tidak hanya ditemukan dalam kebahagiaan, tetapi juga dalam penderitaan,
sebab penderitaan merupakan bagian yang tak teripsahkan dari siklus hidup
seseorang, dan karena penderitaanlah hidup seseorang menjadi lengkap. Semuanya
kemudian tergantung pada bagaimana dengan segenap kemampuannya setiap manusia dapat
memaknai hidupnya, terutama ketika berada dalam situasi penderitaan.
Daftar Pustaka
Frankl, Viktor. Man’s Search For
Meaning. New
York: Washington Square Press.1985.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar