Senin, 28 Juli 2014

Manusia Menurut Viktor Frankl



Dalam bukunya Man’s Search For Meaning Viktor Frankl memaparkan kisahnya selama hidup di dalam kamp konsentrasi sebagai seorang tahanan. Berangkat dari pengalamannya di kamp konsentrasi tersebut ia kemudian memaparkan teori logoterapi yang ia kembangkan. Dari pengalamannya selama di kamp konsentrasi ini pula ia kemudian membahas berbagai hal mengenai manusia, siapa itu manusia menurutnya, dan kemampuan khas apa saja yang dimiliki manusia. Dalam tulisan singkat ini saya akan mencoba memaparkan pemahaman saya mengenai siapa itu manusia menurut Viktor Frankl dan aspek serta kemampuan khas apa saja yang dimiliki manusia.
Siapa itu manusia? Menurut Viktor Frankl, berangkat dari teori logoterapi, manusia baginya adalah makhluk yang tujuan utama hidupnya adalah menemukan makna hidup, …it consider man a being whose main concern consists in fulfilling a meaning, rather than in the mere gratification of drives and instincts.[1]Tidak seperti hewan yang bertindak hanya karena dorongan naluri belaka, manusia bertindak tidak hanya sekadar untuk memuaskan keinginan dan nalurinya, melainkan juga karena adanya hasrat untuk memaknai hidupnya. Kinginan untuk mencari makna hidup menjadi pendorong utama bagi manusia dalam menjalankan hidupnya, dan makna hidup setiap orang berbeda satu dengan yang lain.
Lebih lanjut, bagi Frankl human being is not one thing among others; things determine each other, but man is ultimately self-determining.[2] Dari pengertian ini bisa dilihat bahwa manusia berbeda dengan benda. Benda-benda saling mempengaruhi satu sama lain, sedangkan manusia mampu membuat keputusannya sendiri. Apa yang terjadi pada diri manusia ditentukan oleh dirinya sendiri, dan setiap keputusan yang diambilnya mempengaruhi hidupnya. Kemampuan untuk mengambil keputusan ini memampukan manusia untuk menentukan sikapnya dalam setiap pengalaman hidup yang ia hadapi, dan dari sini kemudian manusia sendiri juga turut memberi pengaruh bagi apa yang akan terjadi pada dirinya, selain juga karena pengaruh lingkungan.
Selain itu, manusia adalah makhluk yang memiliki kebebasan, yaitu kebebasan untuk menentukan sikap dan jalan hidupnya sendiri. Everything can be taken from a man but one thing: the last of human freedoms-to choose one’s attitude in any given set of circumstances, to choose one’s own way.[3] Kebebasan itu mencakup keputusan untuk mau menghadapi setiap tantangan dalam hidupnya ataukah untuk menyerah ketika berhadapan dengan situasi-situasi tertentu yang dapat merampas kebebasannya. Dalam setiap situasi tersebut manusia sendirilah yang menentukan apa yang akan terjadi pada dirinya. Misalnya saja dalam menghadapi penderitaan. Dalam situasi seperti ini manusia dapat menyikapnya dengan berbagai cara, apakah ia bersikap pasrah terhadap penderitaan ataukah ia melihat penderiatan sebagai bagian tak terpisahkan dari kehidupannya sehingga penderitaan kemudian dilihat sebagai penyempurna kehidupannya. Manusia tidak sekadar hidup, tetapi ia juga menentukan hidup seperti apa yang akan dijalaninya.
Lantas aspek dan kemampuan khas apa saja yang dimiliki manusia menurut Viktor Frankl? 
Yang pertama adalah sikap tanggung jawab. Freedom is only part of the story and half of the truth. Freedom is but the negative aspect of the whole phenomenon whose positive aspect is resposiblesness.[4] Terhadap situasi-situasi tertentu, seperti penderitaan, manusia diharapkan untuk dapat menunjukkan sikap bertanggung jawab. Manusialah yang dengan kebebasannya menentukan sikap dan jalan hidupnya sendiri, dan dari sini manusia kemudian dituntut untuk menunjukkan tanggung jawabnya terhadap sikap dan jalan hidup yang telah ia pilih, atau kepada siapa ia merasa harus bertanggung jawab atas hidupnya, entah itu kepada dirinya sendiri, masyarakat, atau Tuhan. Orang yang bertanggung jawab menyadari dan mengetahui alasan dan tujuan hidupnya.
Selanjutnya adalah cinta. Love is the only way to grasp another human being in the innermost core of his personality.[5] Melalui cinta seseorang dapat mengenal manusia lain secara menyeluruh dengan segala keunikannya, baik itu kekurangan, kelebihan, maupun segala potensi dalam diri orang yang dicintainya. Selain itu cinta juga menjadi tujuan tertinggi yang ingin diraih manusia, karena melalui cinta manusia dapat merasakan keindahan. Hal ini bisa dilihat dari pengalaman Viktor Frankl dan kawan-kawannya ketika berada di kamp konsntrasi. Ketika berada dalam penderitaan di kamp konsentrasi mereka sedikit dapat merasakan kebahagiaan ketika mereka membayangkan orang-orang yang mereka cintai. Perasaan cinta menembus batas-batas fisik dan perasaan cinta memberi seseorang kesanggupan untuk merasakan keindahan di dalam hidupnya, sekalipun ketika ia berada di dalam penderitaan.
Dari sini kemudian dapat dilihat bahwa manusia sendirilah yang menentukan apa yang akan terjadi pada dirinya dan dirinya jugalah yang menentukan hidup seperti apa yang akan dijalaninya. Memang kahidupan seorang manusia tidak dapat dilepaskan dari pengaruh lingkungannya, tetapi di sini peran pribadi setiap manusia juga memiliki andil yang besar. Dengan segala kemampuannya yang khas manusia senantiasa mencari makna hidupnya, dan makna hidup tidak hanya ditemukan dalam kebahagiaan, tetapi juga dalam penderitaan, sebab penderitaan merupakan bagian yang tak teripsahkan dari siklus hidup seseorang, dan karena penderitaanlah hidup seseorang menjadi lengkap. Semuanya kemudian tergantung pada bagaimana dengan segenap kemampuannya setiap manusia dapat memaknai hidupnya, terutama ketika berada dalam situasi penderitaan.

Daftar Pustaka
Frankl, Viktor. Man’s Search For Meaning. New York: Washington Square Press.1985.



[1] Viktor Frankl, Man’s Search For Meaning (New York: Washington Square Press,1985), 125.
[2] Ibid., 157.                                                                                                                                  
[3] Ibid., 86.
[4] Ibid., 155.
[5] Ibid., 134.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar