Teks ini sering disalahpahami sebagai
teks yang berbicara tentang sikap dan penampilan wanita dalam berliturgi. Hal
ini kurang tepat. Lebih tepat apabila teks ini dipahami sebagai komentar Paulus
mengenai penampilan yang tepat bagi pria dan wanita dalam berdoa dan bernubuat
(ay. 4 dan 5). Banyak problem dalam kehidupan jemaat di Korintus muncul sebagai
akibat dari sikap meremehkan dan acuh tak acuh terhadap hal-hal fisik dan
kelakuan yang baik, padahal sikap remeh dan acuh tak acuh terhadap hal-hal
fisik ini dapat mengantar kepada pelecehan yang lebih serius atas kewibawaan
dan kebebasan Krtisten, serta merusak tujuan sesungguhnya dari tindakan liturgi
dan ibadat. Paulus juga mendorong umat Korintus untuk menghargai perbedaan
seks. Tindakan menolak perbedaan ini oleh
Paulus dianggap sebagai
tindakan menolak tatanan yang dimaksudkan Allah dalam menciptakan pria dan wanita.
Ayat 2 merupakan awal dari bagian ini.
Dalam hal ini Paulus menggunakan cara yang khusus, sebab dalam hal ini Paulus
tidak langsung menyalahkan umat di Korintus akan kesalahan yang mereka buat,
melainkan Paulus mengawali surat ini dengan pujian. Melalui kata aku harus memuji kamu, Paulus tidak
mengabaikan kemungkinan untuk memuji apa yang patut dipuji dari jemaat di
Korintus, dalam hal ini Paulus memuji mereka sebab mereka setia berpegang pada ajaran
moral dan doktrin yang diteruskan Paulus kepada mereka. Dalam kasus ini jemaat
Korintus bertumbuh secara pesat, dan karenanya mereka dituntut untuk menentukan
batas-batas dan standar perilaku mereka. Akan tetapi mereka
gagal dalam menjaga keseimbangan ini. Jemaat Korintus menyalahgunakan kebebasan
mereka sebagai orang Kristen. Beberapa wanita Kristen dalam jemaat berdoa dan
bernubuat dalam ibadat publik tanpa penutup kepala.
Ay.3 dalam teks ini memiliki kaitan
dengan ay.11 dan 12. Pokok dalam ay. 3 adalah “semua berasal dari Allah” yang
adalah asal mula seluruh kehidupan, bukan tentang perbedaan peranan, sebab pria
dan wanita meimiliki peranan yang sama yaitu berdoa dan bernubuat. Dalam ay. 3 tertulis
Kristus adalah kepala dari setiap
laki-laki. Hal ini memiliki relevansi besar bagi umat Kristen yang baru, menjadi
pemisah antara kesetiaan kepada keluarga dan kepada Kristus. Dalam sistem resmi
Romawi, hanya pria paling tua yang diakui dalam keluarga (yaitu kepala), sebab ia yang mengambil
keputusan domestik, finansial, dan legal di dalam keluarga, merancang
perkawinan, dan menentukan pilihan religius di dalam keluarga untuk
berpartisipasi di dalam penyembahan dan persembahan kepada leluhur. Begitu juga dengan tradisi Yunani, meskipun tidak seketat tradisi Romawi, tetap
saja menghalangi pertumbuhan seorang anak menjadi manusia yang penuh. Oleh
karena itu, Kristus sebagai kepala
adalah berita baik untuk mereka yang merasa tertekan dengan tradisi pagan.
Kata kepala
dalam peristilahan Latin dan Yunani berarti “sumber”, “awal”. Laki-laki harus
melihat Kristus sebagai sumber kelahirannya yang baru, dan kesetiaan mereka
yang esensial tertuju kepada Kristus. Sedangkan kata kepala dalam frasa laki-laki
sebagai kepala wanita tidak berarti sebuah metafora dari otoritas, melainkan sebagai sebuah “sumber” atau “titik mula”. Hal ini merujuk
pada Hawa yang berasal dari Adam (ay. 8, 12). Bagian terakhir dari ay. 3
menetapkan Allah sebagai kepala Kristus.
Secara logis frasa ini mau menunjukkan bahwa Bapa sebagai sumber, mengirim
Puteranya, Putera sebagai sumber setiap laki-laki, dan laki-laki sebagai sumber
bagi wanita. Selanjutnya terdapat dua kalimat
simetris
dalam ay 4-5a: laki-laki dan perempaun, kepala yang bertudung dan tidak
bertudung selama berdoa dan bernubuat, dan dalam kasus ini adalah sesuatu yang
tercela.
Ay. 5b-6 menampilkan problem yang ada
dalam jemaat Korintus, yakni para wanita yang tidak menudungi kepalanya. Urusan
pengaturan rambut dan penutupnya menjadi isu penting bagi status dan kehormatan
seorang wanita saat itu, dan hiasan kepala yang benar menjadi sangat penting di
masa-masa transisi. Masyarakat Yunani membenci wanita yang tidak menutupi
kepalanya saat berdoa dan bernubuat. Rambut yang tidak diikat menjadi ciri khas
para wanita yang menyembah Dyonisos. Para wanita ini disebut “maenad” (mad ones). Ada indikasi bahwa
wanita-wanita Kristen yang berdoa dan bernubuat tanpa menudungi kepalanya
adalah bekas “maenad” yang masih membawa kebiasaan pemujaan mereka terhadap
Dyonisos ke dalam ibadah Kristen. Dalam kasus tertentu “rambut yang tidak diikat” memiliki arti “keliaran”,
“wanita yang tak beradab”, dan “pelacur”. Hal inilah yang kiranya dikecam Paulus.
Ay. 7-12 menggunakan cerita penciptaan
dari Kejadian 2. Laki-laki diciptakan oleh Allah, dan perempuan berasal dari
laki-laki, laki-laki (bukan perempuan) secara langsung adalah “sinar dan
gambaran Allah” (ay.7). Urutan tatanannya adalah; wanita, laki-laki, Allah (ay.
12), dan di sini Kristus tidak disebut. Dalam ay. 8-9 Paulus mengelaborasi
gagasan ini, dan pada ay. 10 ia menerapkannya pada kerudung. Akan tetapi pada ay. 11 (dan ay. 12) koreksi dimasukkan: wanita dan pria
adalah sama (bdk. Bab 7); mereka saling membutuhkan satu sama lain. Meskipun
referensinya masih pada kisah penciptaan- dan bukan pada “ciptaan baru” seperti
pada Gal. 3:28- elemen Kristologi dimasukkan dalam ay. 11: “dalam Tuhan”.
Interpretasi atas ay. 10 masih belum
bisa ditentukan. Mungkin ay. 10 bisa dipahami demikian: seorang wanita harus
memiliki (tanda) kewibawaan (=kerudung) pada kepalanya. Kerudung menunjukkan
bahwa ia berada di bawah wewenang suaminya. Sedangkan frasa “karena para
malaikat” mungkin menunjukkan kehadiran para malaikat (dalam penyembahan) yang
menuntut perilaku yang layak, atau juga diartikan sebagai para malaikat dalam kisah
Kej. 6:1-4, yakni para malaikat yang turun ke bumi karena tergoda oleh
kecantikan para wanita. Jika dihubungkan dengan kisah Kej. 6:1-4, maka bisa
ditafsirkan bahwa apa yang dimaksud Paulus ialah jika wanita tidak menutupi
kepalanya ketika berdoa dan bernubuat, maka ia tidak memiliki perlindungan dari
serangan para malaikat jahat. Penutup kepalanya adalah “kuasanya” atas para
malaikat jahat itu.
Ay.
13-15 berbicara tentang kodrat. Dalam ay. 13 Paulus menyela alasannya dan
menyerukan kepada jemaat Korintus: “pertimbangkanlah sendiri”; pertimbangkan
“apa yang baik bagi seorang wanita”. Laki-laki (memalukan apabila berambut
panjang) dilawankan dengan wanita (rambut panjang adalah “kemuliaannya” dan
juga berfungsi sebagai kerudungnya, ay. 14-15). Beberapa ekseget lain
berpandangan bahwa di dalam keseluruhan teks Paulus tidak berbicara tentang
kepala yang ditutupi dan yang tidak ditutupi, melainkan mengenai rambut yang
diikat dan yang tidak diikat (dan beberapa berargumen mengenai kecenderungan
homoseksual). Rambut panjang bagi wanita menjadi pembeda dengan para wanita
tunasusila atau lesbian yang memendekkan rambutnya. Mencukur kepala bagi wanita juga menunjukkan hukuman yang diberikan kepada wanita tunasusila.
Ay.
16 menunjukkan otoritas apostolik Paulus dan kebiasaan di gereja-gereja lain. Paulus
tidak menerima jika ada wanita yang tidak menutupi kepalanya ketika berdoa dan
bernubuat. Paulus menganggap tindakan para wanita yang berdoa tanpa penutup
kepala merupakan tindakan para wanita yang
penuh nafsu birahi. Bagi Paulus tidak ada tempat bagi mereka yang ingin membantahnya, sebab bukan kebiasaannya dan jemaat-jemaat Allah untuk saling berselisih. Interpretasi lain,
Paulus begitu yakin dengan pesannya, sehingga pesannya ini tidak perlu
diperdebatkan. Apa yang disampaikan di sini hanya berkaitan dengan perilaku
jemaat, Paulus bukan sedang bertengkar, dan karena itu ia tidak ingin
memperdebatkannya. Paulus tidak mengkehendaki sesuatu yang spesial dari jemaat
Korintus, apa yang ia minta dari mereka sama seperti halnya yang ia minta dari seluruh
jemaat (7:17; 14:33). Paulus tidak ingin jemaat wanita Korintus berpikir apa
yang Paulus minta kepada mereka tidak ia minta kepada jemaat lainnya.
Tindakan umat Korintus yang kelihatannya
sepele ternyata ditanggapi secara serius oleh Paulus, bukan karena
tingkah laku jemaat wanita di Korintus menimbulkan kekacauan di dalam komunitas
jemaat, melainkan karena mereka melecehkan tatanan ciptaan Allah. Kepada para
wanita yang tidak menutupi kepalanya Paulus tidak memberikan perintah khusus untuk
melakukan sesuatu, tetapi Paulus mengajarkan bahwa wanita disalahkan apabila
dalam beberapa hal mengabaikan perbedaan mereka dengan para pria, termasuk perbedaan
di dalam Gereja. Teguran ini tepat untuk segala keadaan, bahkan apabila
seseorang mengklaim jika apa yang disampaikan Paulus ini tidak merujuk pada
perilaku publik, melainkan perihal pelayanan di rumah.
Daftar Pustaka
Catherine Clark Kroeger & Mary J. Evans (ed.) The IVP Women’s Bible Commentary. InterVarsity
Press: Illinois 2002.
Dianne Bergant, CSA & Robert J. Karris, OFM (ed.), A.S
Hadiwiyata (trans.). Tafsir Alkitab
Perjanjian Baru. Kanisius: Yogyakarta. 2002.
F.W. Grosheide. The
New International Commentary on The New Testament: The First Epistle to The
Corinthians. Eermands Printing Company: Michigan. 1953.
Farmer, R. William, dkk (ed.). The International Bible Commentary. The Liturgical Press:
Collegeville, Minnesota. 1998.
Matthew Black, dkk (ed.). Peake’s
Commentary nn The Bible. T. Nelson: California. 1962.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar