Kamis, 25 Februari 2016

Konsep negara menurut John Locke (dalam perbandingan dengan Hobbes)


Locke, sebagaimana Hobbes, berpendapat bahwa pembentukan masyarakat politik atau negara didahului oleh suatu keadaan alamiah di mana individu memiliki hak-hak alamiah atau kodrati. Namun keadaan alamiah dalam pandangan kedua tokoh ini berbeda secara fundamental. Berbeda dari Hobbes yang memandang keadaan alamiah sebagai keadaan perang, Locke memandang keadaan alamiah sebagai sebuah keadaan harmonis. Keadaan alamiah ini adalah keadaan kebebasan (state of libery), tetapi bukan berarti orang berbuat sekehendaknya (state of license). Dalam keadaan ini individu terikat oleh hukum-hukum kodrat,[1] yang melarang siapa pun untuk merusak atau memusnahkan kehidupan, kebebasan, dan harta milik pihak lain. Dalam kondisi ini ada kebebasan dan kesamaan. Namun dalam keadaan alamiah itu hak-hak kodrati individu tidak selalu terjaga, karena dalam keadaan alamiah itu setiap individu adalah raja dan sebagian besar individu tidak sepenuhnya menghormati hak orang lain. Bila pelaksanaan hukum diserahkan kepada masing-masing, maka akan terjadi konflik interpretasi tentang makna hukum. Oleh karena itu kondisi ini tidak memadai untuk menjamin hak hidup, hak kebebasan, dan hak milik.[2] Inilah yang dinamakan keadaan perang (state of war).
Kondisi ketika banyak individu tidak lagi menghargai hak individu lain yang berakibat pada tidak terjaminnya hak hidup, hak kebebasan, dan harta milik, atau yang dapat diringkas dengan sebutan hak milik mendorong individu-individu itu bersepakat mengadakan kontrak untuk mendirikan negara. Lewat kontrak sosial itu dihasilkan pemerintahan atau kekuasaan eksekutif yang dibatasi oleh hukum-hukum dasar tertentu. Hukum-hukum itu melarang pemerintah merampas hak-hak individu, dan pemerintah diperlukan justru untuk menjamin keamanan seluruh masyarakat, dan lebih khusus lagi fungsi pokok pemerintah, menurut Locke, adalah menjaga milik pribadi.[3] Hal ini tampak dalam Letter on Toleration di mana Locke sendiri menulis:
Negara bagi saya adalah sebuah masyarakat manusia yang didirikan hanya untuk memelihara dan memajukan kepentingan-kepentingan masyarakatnya. Apa yang saya sebut kepentingan-kepentingan masyarakat adalah kehidupan, kebebasan, kesehatan fisik dan kebebasan dari rasa sakit, serta kepemilikan benda-benda jasmani, seperti tanah, uang, perabotan  rumah tangga, dan lain sebagainya.[4]
Jadi bagi Locke motif dasar didirikannya negara adalah untuk memelihara keharmonisan dalam keadaan alamiah, yaitu keadaan kesamaan dan kebebasan, di mana hak hidup, hak kebebasan, dan hak milik terjamin. Berbeda dari Locke, bagi Hobbes alasan berdirinya negara adalah untuk mengakhiri keadaan alamiah (keadaan perang), sebab di dalam keadaan ini hidup individu terancam. Untuk itu, menurut Hobbes, berdasarkan pertimbangan akal budinya manusia kemudian mengadakan suatu perjanjian untuk mendirikan negara yang akan memaksa mereka untuk hidup bersama dengan aman dan damai, dan kepada negara hasil perjanjian tersebut individu-individu menyerahkan seluruh haknya dan menaklukkan diri di bawahnya.[5]
Implikasi negara yang akan terbentuk atas dasar motif Hobbesian adalah sebuah negara absolut, sebab dalam negara Hobbesian individu menyerahkan semua haknya kepada negara dan tunduk sepenuhnya kepada negara. Negara yang kepadanya individu menyerahkan seluruh haknya, tidak terikat dan tunduk kepada individu-individu yang membentuknya. Sedangkan pada negara Lockean tidak semua hak individu diserahkan kepada negara. Individu hanya menyerahkan dua hak yang mereka miliki dalam keadaan alamiah, yaitu hak untuk menentukan sendiri bagaimana setiap warga harus mempertahankan diri dan hak untuk menghukum para pelanggar hukum menurut aturan hukum kodrat. Hak membuat undang-undang, yakni hak legislatif atau hak eksekutif dan pelaksanaannya, diserahkan kepada negara, tetapi seluruh proses harus didasarkan pada syarat yang harus dipenuhi negara, yaitu keberlangsungan hak hidup, hak kebebasan, dan hak milik. Kekuasaan tertinggi, yaitu kedaulatan, tetap menjadi milik rakyat. Negara absolut tidak sesuai dengan tujuan masyarakat.[6]
Dalam konteks Indonesia pandangan John Locke tentang peran negara dalam melindungi harta milik warganya dapat kita lihat salah satunya dalam lembaga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Peran KPK , sebagai sebuah lembaga negara, dalam memberantas tindakan korupsi saya lihat sebagai salah satu upaya negara dalam melindungi harta milik rakyat (misalnya saja uang negara yang sejatinya digunakan demi kesejahteraan rakyat) dari ancaman para koruptor. Dalam pelaksanaan tugasnya KPK bertanggung jawab kepada publik dan menyampaikan laporannya secara terbuka dan berkala kepada Presiden, DPR, dan BPK. Apa yang dilakukan KPK ini saya pandang sebagai bentuk tanggung jawab pemerintah kepada rakyatnya, terutama dalam melindungi harta milik rakyatnya.

Daftar Pustaka
Hardiman, F. Budi. Pemikiran-pemikiran yang Membentuk Dunia Modern. Jakarta: Erlangga. 2002.
Locke, John. Kuasa itu Milik Rakyat. Terj. A. Widyamartaya. Yogyakarta: Kanisius. 2002.
Parry, Geraint (Ed.). Political Thinkers No. 8: John Locke. London: George Allen & Uwin, 1978.
Tjahjadi, Simon P.L. Diktat Kuliah Sejarah Filsafat Barat Modern. Jakarta: STF Driyarkara. 2014.




[1] Sastrapratedja, kata pengantar  dalamKuasa itu Milik Rakyat, Yogyakarta: Kanisius, 2002, hal. 9.
[2] Sastrapratedja, hal. 12
[3] F. Budi Hardiman, pemikiran-pemikiran yang Membentuk Dunia Modern, Jakarta: Erlangga, 20012,  hal. 70.
[4] Geraint Parry (Ed.), Political Thinkers No. 8: John Locke, London: George Allen & Uwin, 1978,  hal. 110.
[5] Simon P.L. Tjahjadi, Diktat Kuliah Sejarah Filsafat Barat Modern, Jakarta: STF Driyarkara, 2014, hal.44-45.
[6] Sastrapratedja,  hal. 12.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar