Kontra Reformasi dan Reformasi Katolik
dalam Tubuh Gereja Katolik Roma
Pendahuluan
Pembaharuan merupakan tuntutan yang
mutlak perlu bagi keberlangsungan setiap lembaga, dan oleh karena itu mustahil
apabila terdapat sebuah lembaga yang dapat bertahan lama tanpa adanya gerakan
pembaharuan di dalamnya. Gerakan pembaharuan dalam tubuh sebuah lembaga
memungkinkannya untuk menyesuaikan diri terhadap berbagai macam tuntutan situasi
di sekitarnya yang senantiasa berubah. Hal yang sama juga berlaku bagi Gereja
Katolik Roma sebagai sebuah lembaga keagamaan.
Gerakan pembaharuan yang berulang kali
terjadi dalam tubuh Gereja Katolik Roma memungkinkannya bertahan di tengah
gempuran zaman. Melalui berbagai macam gerakan pembaharuan yang terjadi, Gereja
Katolik Roma hendak menjawab tuntutan masyarakat. Pada umumnya gerakan-gerakan
pembaharuan ini bertujuan memperbaiki kehidupan Gereja Katolik Roma yang dalam
periode waktu tertentu mengalami kemerosotan dalam bidang moral.
Gerakan pembaharuan sebagai sifat dasariah dan
hakiki dari Gereja berasal dari dalam maupun dari luar Gereja. Salah satu
gerakan pembaharuan yang memiliki dampak yang sangat besar dalam sejarah Gereja
adalah reformasi Protestantisme yang dimulai oleh Martin Luther. Reformasi
Protestantisme yang muncul di tengah kejenuhan umat terhadap keadaan Gereja
yang memprihatinkan memiliki dampak yang sangat luas, baik dalam kehidupan
menggereja maupun dalam aspek-aspek lain di luar kehidupan menggereja. Akan
tetapi yang perlu diapresiasi adalah keterbukaan Gereja terhadap berbagai macam
permbaharuan yang terjadi di dalam tubuhnya sendiri. Meskipun ada saat di mana
Gereja berusaha membasmi beberapa gerakan
pembaharuan,
namun pada umumnya Gereja juga belajar dari pembaharuan-pembaharuan yang telah
terjadi.
Bertolak dari Reformasi Protestantisme,
dalam tulisan sederhana ini saya akan mencoba memaparkan dan menjelaskan apa
yang dimaksud dengan kontra reformasi. Selain itu saya juga akan mencoba untuk
menjelaskan manakah contoh-contoh pendukung yang memperlihatkan muatan Reformasi
Katolik dan Kontra Reformasi.
Isi
Ada
dua istilah yang berbeda namun keduanya saling berhubungan, yakni Reformasi
Katolik dan Kontra Reformasi. Keduanya selain merupakan gerakan dalam tubuh
Gereja juga merupakan reaksi terhadap Reformasi Lutheran cs. [1]
Pada pokoknya, masalah Reformasi Katolik dan Kontra Reformasi mengantar kita
untuk memahami masalah hubungan antara momentum
karismatis dan momentum yuridis
yang relatif sering berbenturan. Reformasi Katolik berhubungan dengan momentum karismatis dan yang pada
umumnya memperlihatkan spontanitas dan kebugaran, tetapi halnya lebih terbatas.
Sebaliknya, Kontra Reformasi berkenan dengan momentum yuridis, dan tampaknya memperlambat hasrat atau dorongan
inisial, dan halnya menjamin stabilitas.[2] Kontra Reformasi sendiri memiliki karakter institusional,
doktrinal, “dari atas”, autoritatif, dan dalam kerja sama dengan lembaga
negara. Sedangkan, Reformasi Katolik lebih berciri personal, kharismatis,
kepedulian terhadap karya sosial karitatif, perutusan (misioner), dan populis.
Istilah
Kontra Reformasi
merunjuk pada periode kebangkitan kembali Katolik dari masa pontificat Paus
Pius VI pada tahun 1560 sampai Perang Tigapuluh Tahun, 1648. Istilah ini,
digunakan di antara sejarahwan Protestan. Istilah Kontra Reformasi
pertama-tama mengisyaratkan pergerakan
Katolik menyusul pergerakan Protestan, padahal dalam kenyataannya reformasi bersumber dalam
Gereja Katolik, dan Luther sendiri adalah seorang Reformator Katolik sebelum
akhirnya ia menjadi seorang Protestan. [3]
Istilah Kontra Reformasi ini
digunakan oleh sejarahwan Protestan untuk menamai resistensi Gereja Katolik
terhadap gerakan pembaharuan Martin Luther. Akan tetapi para sejarahwan Katolik
meyakini bahwa Gereja dalam abad XVI dan XVII lebih banyak didorong untuk
menjawab protestantisme. Para sejarahwan Katolik ini kemudian lebih suka
memakai istilah Reformasi Katolik.
Vitalitas keagamaan Kontra
Reformasi terbukti dengan bertambahnya jumlah orang suci, lembaga hidup bakti
yang baru, pembaruan teologi skolastik, penciptaan kebudayaan Katolik yang
otentik, bangkitnya kembali semangat misioner yang sulit dicari tandingannya
dalam sejarah Gereja Katolik, karya-karya artistik-religius serta susastra
tingkat tinggi, seperti puisi-puisi buah pena Tasso, Lope de Vea, dan Freerikus
Spee.[4]
Seperti telah dipaparkan sebelumnya,
Reformasi Katolik sudah ada jauh sebelum tahun 1517. Reformasi katolik pun
berjalan beriringan bersama Reformasi Protestan, namun ia tetap independen.
Secara umum hal ini dapat dicirikan dengan berbagai macam bentuk pembaharuan.
Yang pertama adalah terbentuknya persekutuan kaum awam yang bertujuan
ganda, yakni melakukan amal kasih kepada fakir miskin dan kebaktian kepada
sakramen ekaristi. Kedua, munculnya
pembaharuan tarekat hidup bakti. Hal ini paling nyata dengan bertambahnya
komunitas biarawan observantes, yang pada gilirannya mengatur kehidupannya
sendiri tanpa banyak tekanan pada sentralisasi. Ketiga, munculnya tarekat-tarekat hidup bakti yang baru. Gerakan
itu muncul setelah peristiwa 1517, yang sebagian besar bercorak Kontra
Reformasi. Misalnya saja Serikat Jesus dan Fransiskan Kapusin. Keempat, karya-karya pembenahan yang
dilakukan oleh para uskup di diosis mereka, misalnya melalui katekese umat,
mendirikan seminari-seminari, dan memanggil sinode di keuskupan mereka
masing-masing. Kelima, munculnya
kelompok humanisme Kristen yang menyibukkan diri dengan mempelajari Kitab Suci
dan Karya-karya Bapak Gereja. Keenam,
prakarsa-prakarsa reformatif dari Kuria Roma dan para paus.[5]
Penutup
Gerakan pembaharuan yang dialami Gereja Katolik Roma turut
memberikan pengaruh bagi perkembangan dirinya. Meskipun terkadang diwarnai
dengan perselisihan, yang bahkan dapat berujung pada pertumpahan darah, akan
tetapi kemudian dengan belajar dari berbagai pembaharuan itu Gereja dapat terus
berkembang dan tetap bertahan dalam beragam situasi zaman. Munculnya
tokoh-tokoh tertentu dan beberapa tarekat hidup bakti baru memberi warna tersendiri
bagi pembaharuan dan perkembangan Gereja.
Pembaharuan yang dilakukan Martin Luther juga memberi pengaruh tersendiri
bagi perkembangan Gereja. Hierarki Gereja yang pada saat itu berada dalam kenyamanannya
yang memprihatinkan dipaksa keluar dari zona nyaman tersebut untuk
melakukan pembaharuan. Pembaharuan ini kemudian tidak hanya melibatkan Gereja pusat
di Roma, tetapi merembes hingga keuskupan-keuskupan. Pembaharuan ini juga tidak
hanya menyangkut anggota hierarki Gereja, tetapi melibatkan seluruh anggota
Gereja. Pembaharuan menjadi unsur hakiki bagi keberadaan sebuah lembaga.
Pembaharuan menjadikan sebuah lembaga tetap eksis dalam setiap situasi zaman.
Daftar Pustaka
Kristiyanto, Eddy. Reformasi
dari Dalam: Sejarah Gereja Modern. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. 2004.
http://www.newadvent.org/cathen/04437a.htm.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar