Sabtu, 26 Juli 2014

Kontra Reformasi dan Reformasi Katolik


 
Kontra Reformasi dan Reformasi Katolik
dalam Tubuh Gereja Katolik Roma

Pendahuluan
Pembaharuan merupakan tuntutan yang mutlak perlu bagi keberlangsungan setiap lembaga, dan oleh karena itu mustahil apabila terdapat sebuah lembaga yang dapat bertahan lama tanpa adanya gerakan pembaharuan di dalamnya. Gerakan pembaharuan dalam tubuh sebuah lembaga memungkinkannya untuk menyesuaikan diri terhadap berbagai macam tuntutan situasi di sekitarnya yang senantiasa berubah. Hal yang sama juga berlaku bagi Gereja Katolik Roma sebagai sebuah lembaga keagamaan.
Gerakan pembaharuan yang berulang kali terjadi dalam tubuh Gereja Katolik Roma memungkinkannya bertahan di tengah gempuran zaman. Melalui berbagai macam gerakan pembaharuan yang terjadi, Gereja Katolik Roma hendak menjawab tuntutan masyarakat. Pada umumnya gerakan-gerakan pembaharuan ini bertujuan memperbaiki kehidupan Gereja Katolik Roma yang dalam periode waktu tertentu mengalami kemerosotan dalam bidang moral.
Gerakan pembaharuan sebagai sifat dasariah dan hakiki dari Gereja berasal dari dalam maupun dari luar Gereja. Salah satu gerakan pembaharuan yang memiliki dampak yang sangat besar dalam sejarah Gereja adalah reformasi Protestantisme yang dimulai oleh Martin Luther. Reformasi Protestantisme yang muncul di tengah kejenuhan umat terhadap keadaan Gereja yang memprihatinkan memiliki dampak yang sangat luas, baik dalam kehidupan menggereja maupun dalam aspek-aspek lain di luar kehidupan menggereja. Akan tetapi yang perlu diapresiasi adalah keterbukaan Gereja terhadap berbagai macam permbaharuan yang terjadi di dalam tubuhnya sendiri. Meskipun ada saat di mana Gereja berusaha membasmi beberapa gerakan pembaharuan, namun pada umumnya Gereja juga belajar dari pembaharuan-pembaharuan yang telah terjadi.
Bertolak dari Reformasi Protestantisme, dalam tulisan sederhana ini saya akan mencoba memaparkan dan menjelaskan apa yang dimaksud dengan kontra reformasi. Selain itu saya juga akan mencoba untuk menjelaskan manakah contoh-contoh pendukung yang memperlihatkan muatan Reformasi Katolik dan Kontra Reformasi.

Isi
        Ada dua istilah yang berbeda namun keduanya saling berhubungan, yakni Reformasi Katolik dan Kontra Reformasi. Keduanya selain merupakan gerakan dalam tubuh Gereja juga merupakan reaksi terhadap Reformasi Lutheran cs. [1] Pada pokoknya, masalah Reformasi Katolik dan Kontra Reformasi mengantar kita untuk memahami masalah hubungan antara momentum karismatis dan momentum yuridis yang relatif sering berbenturan. Reformasi Katolik berhubungan dengan momentum karismatis dan yang pada umumnya memperlihatkan spontanitas dan kebugaran, tetapi halnya lebih terbatas. Sebaliknya, Kontra Reformasi berkenan dengan momentum yuridis, dan tampaknya memperlambat hasrat atau dorongan inisial, dan halnya menjamin stabilitas.[2] Kontra Reformasi sendiri memiliki karakter institusional, doktrinal, “dari atas”, autoritatif, dan dalam kerja sama dengan lembaga negara. Sedangkan, Reformasi Katolik lebih berciri personal, kharismatis, kepedulian terhadap karya sosial karitatif, perutusan (misioner), dan populis.
Istilah Kontra Reformasi merunjuk pada periode kebangkitan kembali Katolik dari masa pontificat Paus Pius VI pada tahun 1560 sampai Perang Tigapuluh Tahun, 1648. Istilah ini, digunakan di antara sejarahwan Protestan. Istilah Kontra Reformasi pertama-tama mengisyaratkan  pergerakan Katolik menyusul pergerakan Protestan, padahal dalam kenyataannya reformasi bersumber dalam Gereja Katolik, dan Luther sendiri adalah seorang Reformator Katolik sebelum akhirnya ia menjadi seorang Protestan. [3]
Istilah Kontra Reformasi ini digunakan oleh sejarahwan Protestan untuk menamai resistensi Gereja Katolik terhadap gerakan pembaharuan Martin Luther. Akan tetapi para sejarahwan Katolik meyakini bahwa Gereja dalam abad XVI dan XVII lebih banyak didorong untuk menjawab protestantisme. Para sejarahwan Katolik ini kemudian lebih suka memakai istilah Reformasi Katolik.
Vitalitas keagamaan Kontra Reformasi terbukti dengan bertambahnya jumlah orang suci, lembaga hidup bakti yang baru, pembaruan teologi skolastik, penciptaan kebudayaan Katolik yang otentik, bangkitnya kembali semangat misioner yang sulit dicari tandingannya dalam sejarah Gereja Katolik, karya-karya artistik-religius serta susastra tingkat tinggi, seperti puisi-puisi buah pena Tasso, Lope de Vea, dan Freerikus Spee.[4]
Seperti telah dipaparkan sebelumnya, Reformasi Katolik sudah ada jauh sebelum tahun 1517. Reformasi katolik pun berjalan beriringan bersama Reformasi Protestan, namun ia tetap independen. Secara umum hal ini dapat dicirikan dengan berbagai macam bentuk pembaharuan.
Yang pertama adalah terbentuknya persekutuan kaum awam yang bertujuan ganda, yakni melakukan amal kasih kepada fakir miskin dan kebaktian kepada sakramen ekaristi. Kedua, munculnya pembaharuan tarekat hidup bakti. Hal ini paling nyata dengan bertambahnya komunitas biarawan observantes, yang pada gilirannya mengatur kehidupannya sendiri tanpa banyak tekanan pada sentralisasi. Ketiga, munculnya tarekat-tarekat hidup bakti yang baru. Gerakan itu muncul setelah peristiwa 1517, yang sebagian besar bercorak Kontra Reformasi. Misalnya saja Serikat Jesus dan Fransiskan Kapusin. Keempat, karya-karya pembenahan yang dilakukan oleh para uskup di diosis mereka, misalnya melalui katekese umat, mendirikan seminari-seminari, dan memanggil sinode di keuskupan mereka masing-masing. Kelima, munculnya kelompok humanisme Kristen yang menyibukkan diri dengan mempelajari Kitab Suci dan Karya-karya Bapak Gereja. Keenam, prakarsa-prakarsa reformatif dari Kuria Roma dan para paus.[5]

Penutup
            Gerakan pembaharuan yang dialami Gereja Katolik Roma turut memberikan pengaruh bagi perkembangan dirinya. Meskipun terkadang diwarnai dengan perselisihan, yang bahkan dapat berujung pada pertumpahan darah, akan tetapi kemudian dengan belajar dari berbagai pembaharuan itu Gereja dapat terus berkembang dan tetap bertahan dalam beragam situasi zaman. Munculnya tokoh-tokoh tertentu dan beberapa tarekat hidup bakti baru memberi warna tersendiri bagi pembaharuan dan perkembangan Gereja.
       Pembaharuan yang dilakukan Martin Luther juga memberi pengaruh tersendiri bagi perkembangan Gereja. Hierarki Gereja yang pada saat itu berada dalam kenyamanannya yang memprihatinkan dipaksa keluar dari zona nyaman tersebut untuk melakukan pembaharuan. Pembaharuan ini kemudian tidak hanya melibatkan Gereja pusat di Roma, tetapi merembes hingga keuskupan-keuskupan. Pembaharuan ini juga tidak hanya menyangkut anggota hierarki Gereja, tetapi melibatkan seluruh anggota Gereja. Pembaharuan menjadi unsur hakiki bagi keberadaan sebuah lembaga. Pembaharuan menjadikan sebuah lembaga tetap eksis dalam setiap situasi zaman.




Daftar Pustaka
Kristiyanto, Eddy. Reformasi dari Dalam: Sejarah Gereja Modern. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. 2004.
http://www.newadvent.org/cathen/04437a.htm.






[1] Eddy Kristiyanto, Reformasi dari Dalam: Sejarah Gereja Modern, (Yogyakarta: Penerbit  Kanisius, 2004),  94.
[2] Ibid., 95.
[3] http://www.newadvent.org/cathen/04437a.htm
[4] Kristiyanto, op. cit., p. 97.   
[5] Kristiyanto, op. cit., p. 100.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar